BOGOR - Ayam lokal Indonesia dari jenis ayam hutan merah (gallus gallus) ternyata merupakan nenek moyang ayam dunia. Namun, sejauh ini jejak gen ayam hutan merah masih ditelusuri untuk memastikannya
Jenis ayam hutan di seluruh dunia ada empat spesies. Dua spesies di antaranya berada di Indonesia, yakni ayam hutan merah dan hijau. Ayam hutan merah merupakan salah satu jenis ayam hutan yang sudah didomestikasi di Indonesia. Penyebaran ayam dengan warna bulu dominan hitam dan merah ini berada di hutan Sumatra dan Jawa.
Selain ayam hutan merah, di Indonesia juga memiliki salah satu jenis ayam hutan hijau. Ayam hutan hijau yang sering dikenal sebagai bekisar penyebarannya mencapai hutan Nusa Tenggara, Flores, dan juga hutan di Jawa. Tim peneliti LIPI melakukan penelitian dengan menganalisis DNA ayam lokal ini sejak tahun 2005. Meski belum bisa disimpulkan bahwa ayam hutan Indonesia jenis gallus gallus merupakan salah satu nenek moyang ayam dunia, namun hal itu sangat potensial. Sebab jika dilihat dari penyebarannya, ayam hutan merah ternyata menyebar mulai Indonesia hingga ke Madagaskar. Proses penyebarannya pun unik langsung menyeberang lautan tanpa melalui pesisir.
Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang memastikan hal tersebut. Untuk itu, tim peneliti LIPI kemudian mengambil sampel darah ayam hutan dan ayam lokal untuk diteliti dan dianalisis dengan metode sekuencing DNA. Metode sekuencing DNA memang belum terlalu populer digunakan untuk menganalisa jenis gen binatang. Selama ini analisa DNA digunakan untuk kepolisian guna menangani kasus kriminal atau kalangan kedokteran. Ketua Tim Peneliti Sri Sulandari menyatakan ayam lokal Indonesia yang masuk jenis ayam hutan merahternyata mendominasi salah satu jenis gen nenek moyang di dunia. Indonesia ternyata merupakan salah pusat domestika ayam dunia, selain India dan China.
"Hasil penelitian kami membantah asumsi sebelumnya bahwa pusat domestikasi ayam hutan merah berada di Thailand. Meski demikian memang harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menyimpulkan apakah nenek moyang gallus gallus memang berada di Indonesia," ujarnya. Sebab fosil ayam China sudah ditemukan berusia tahun 6.000 SM, dan India tahun 2.000 SM. Sedangkan ayam lokal Indonesia masih belum diketahui. Bahkan selama ini ada dugaan bahwa domestikasi ayam hutan merah berasal Asia Tenggara terutama dari Thailand. Untuk itu tim peneliti Indonesia melakukan pengujian di 15 lokasi peternakan. Mulai jenis ayam dari Kedu Kabupaten Temanggung, ayam Nunukan, dan jenis ayam lokal lainnya. Berdasarkan asumsi selama ini, diduga total galur atau jenis ayam lokal di Indonesia ada sebanyak 31 jenis.
Lalu diambil 484 sampel darah, dari ayam Cemani, Kapas, Pelung, Arab Golden, Merawang, Arab Siver, Kedu, Kedu Putih, Kate, Gaok, Sentul, kampung Tolaki, Kalosi, Nunukan. Sedang untuk ayam hutan diambil 45 sampel darah, untuk jenis Gallus gallus yang dikoleksi dari Sulawesi dan Yogyakarta, kemudian Gallus varius yang dikoleksi dari Yogyakarta, Jember, Flores, Sumbawa. "Setiap sampel individu kita ambil sampel darahnya di analisa, diisolasi atau ekstraksi DNA, kemudian perhitungan konsentrasi dan kemurnian DNA, elektroforesis dan visualisasi DNA serta analisis PCR dan sekuencing. Berdasarkan analisis ada sekira 480 perbedaan sekuensi," ujarnya. Dengan mengacu data base jenis ayam dunia yang ada di International Livestock Research Institut (ILRI) yang berada di Naerobi, Kenya, kemudian para peneliti mulai mengelompokkan jenis gennya. ILRI sendiri sudah mengelompokkan kelompok spesies ayam dunia ke dalam enam kelompok (clade).
Berdasarkan hasil analisa, ternyata ayam lokal Indonesia dominan atau sekira 70 persen pada salah satu jenis kelompok ayam di dunia. Meski demikian hasil penelitian ini memang belum dimasukkan dalam database yang dimiliki ILRI. "Tahun 2005 ILRI Naerobi melakukan penelitian dari 824 sampel membentuk pengelompokan. Kita mencoba meneliti dengan metode yang sama apakah bisa dibandingkan," tuturnya. Meski demikian, ternyata tidak cukup itu. Untuk menganalisa DNA itupun juga dibutuhkan keahlian forensik hewan. "Hingga saat ini kita belum memiliki ahli forensik DNA untuk hewan. Mudah-mudahan kita akan segera memiliki ahlinya," tandasnya.
Hal itulah yang membuat penelusuran tim LIPI terhadap keberadaan jejak ayam hutan Indonesia di dunia agak tersendat. Apalagi perlu dijalin kerja sama dengan lembaga internasional untuk mengetahui bagaimana posisi ayam lokal Indonesia.(techno.okezone.com)